Hello, Padang!

3:02 PM

Sejak SD sampe sekarang, gue selalu punya sahabat orang Minangkabau. Selalu. Sepertinya orang Minang ada di mana-mana! Awal April 2017, gue akhirnya berkesempatan menginjak ranah Minang demi menghadiri acara pernikahan seorang sahabat. Ini juga pertama kalinya gue menginjakkan kaki di pulau utama Sumatera. Sejak pesawat mau mendarat, gue langsung jatuh cinta sama kontur alamnya yang bagus banget! Dari jendela pesawat, langsung kelihatan perbukitan yang sebelahan sama laut atau danau, beserta sungai-sungai. Hati memuji alam semesta. 

(Read: Umik si Ratu Solok Menikah!)

Day 1: Uda apa Mas?
Keluar dari bandara, gue jatuh cinta lagi, karena langsung disambut pemandangan bukit, meskipun udaranya panas. Di sini juga gue mengalami dilemma pertama: gue harus sebut uda apa mas? Gue sampe harus ngechat Umik tentang ini. Ternyata sebutan "uda" lebih umum. Yaiyalah!

Tadinya berencana naik taksi menuju hotel, tapi gue mengurungkan niat karena berasa kurang otentik aja. Gue memutuskan naik Bus Damri, yang harganya beda jauh sama Damri di Jakarta, padahal perjalanan dari bandara, yang ternyata terletak di Pariaman, ke hotel di Kota Padang memakan waktu 1 jam. Perasaan was-was takut nyasar gue langsung terlupakan begitu liat pemandangan sepanjang jalan. Lagi, karena kontur alamnya. Pepohonan, perbukitan, persawahan dan sungai bersanding dengan indahnya. Rasa budaya di Kota Padang juga terasa masih cukup kental, karena banyaknya gedung pemerintahan, sekolah, bahkan rumah sakit yang atap depannya masih berbentuk atap tanduk kerbau di Rumah Gadang.
Verdy si Kakak Indies!
Nggak lama setelah sampai di hotel, gue langsung dijemput Verdy, anak Creative Disc ngehits yang sekarang sibuk di mana-mana. Motoran keliling kota sambil menuhin perut dengan Soto Padang dan Es Durian Ganti Nan Lamo, Verdy banyak cerita tentang kehidupan masyarakat Padang dan kegiatannya sekarang. Btw, ingat salah satu hotel di Padang yang terkenal angker karena korban gempa 2009-nya paling banyak? Hotel itu tepat di sebelah hotel tempat gue menginap, tentunya dengan nama baru. Sedikit merinding, tapi di sekitaran hotel gue banyak Gereja, jadi semoga bisa cukup mengusir hantu! HA! Gue amazed sama angkot-angkot canggih di Padang, dengan tampilan luar yang heboh dan di dalemnya meriah dengan lampu-lampu dan sound system mewah. Katanya, banyak orang yang males naik ke angkot tertentu kalo angkotnya nggak mantap, makanya pemilik angkot berlomba-lomba menghias angkotnya. Perjalanan motoran kami berakhir dengan nontonin sunset dan orang pacaran di Pantai Padang alias Taplau (tapi lauik = tepi laut) yang mirip Pantai Losari. Gue kembali terpesona, karena saat memandang ke depan, gue bisa liat laut, tapi saat memandang ke samping, pemandangan perbukitan kembali menyegarkan mata.
Pantai Padang
Malamnya, berusaha menikmati kota Padang selama mungkin, gue ngebolang jalan kaki di sekitaran hotel. Di sini, gue nggak dapet tatapan tajam orang-orang yang bikin insecure. Padang aman, gais! Gue juga sempat mampir ke Monumen Gempa, yang mengabadikan ingatan bencana gempa besar di Padang tahun 2009. Tapi monumen ini dipenuhi anak-anak muda yang lagi nongkrong, jadi nggak terasa sedihnya.
Monumen Gempa
Day 2: Bersepeda Keliling Kota

Bunga yang baru tiba di Padang malam sebelumnya harus gue bangunkan pagi-pagi buat sepedahan keliling Padang. Senangnya, hotel tempat kami menginap, Kyriad Bumiminang, nyediain sepeda gratis yang bisa dipinjam sesuka hati! Tanpa tujuan mau ke mana, kami keliling sekitaran hotel yang belum ada kehidupan di jam 6 pagi. Bandingkan sama Jakarta dan para tetangganya, yang jam 6 pagi udah penuh emosi di tengah kemacetan. Bagian kota yang gue kelilingi entah kenapa mengingatkan gue sama Malang.
Perjalanan kami berakhir di Museum Adityawarman dan Monumen Gempa, yang memang deket banget sama hotel tempat kami nginep. Museum Adityawarman belum dibuka pagi itu, jadi kami harus puas hanya dengan foto-foto di depan Rumah Gadang. Mampir ke Monumen Gempa lagi, rasanya berbeda dengan malam sebelumnya. Karena nggak ada orang di situ, gue jadi lebih merasakan kesedihan saat bencana gempa. Di monumen itu ada puisi empat tokoh nasional yang berkaitan dengan gempa, dan ukiran yang menggambarkan perjuangan rakyat Sumbar waktu gempa besar. Ada dua tiang di sisi kiri dan kanan yang berisi daftar nama korban tewas gempa. RIP.
Museum Adityawarman
Monumen Gempa di pagi hari
Gambaran perjuangan rakyat Sumbar pasca gempa

Kami nggak bisa lama menjelajah kota, berhubung harus kembali ke bandara untuk dijemput ke Solok. Di perjalanan ke bandara, kami mampir ke Taplau, karena Bunga belum merasakan indahnya jadi remaja ngehits Padang. Kalo diliat sih, Taplau ini emang bukan pantai indah, tapi ternyata kelihatan cukup oke kalo foto di atas pemecah ombaknya.
Tourist = confirmed.
Not bad, right?
Sayangnya trip gue di Padang harus berakhir karena waktu yang terbatas. I will definitely be back one day. Perjalanan gue berlanjut di Kota Solok...

No comments:

Theme images by latex. Powered by Blogger.